-->

Makalah Bahasa Indonesia




KATA PENGANTAR


Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Tuhan YME, karena dengan rahmat dan karunia-Nya saya masih diberi kesempatan untuk membuat makalah ini. Tidak lupa saya ucapkan kepada dosen pembimbing dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu penulis angat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dan semoga sengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman.


Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
Metode Penulisan

BAB II PEMBAHASAN

BAB III PENUTUP
Kesimpulan

DAFTAR  PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN



Latar Belakang Masalah

Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan YME dan sebagai wakil Tuhan di bumi yang menerima amanat-Nya untuk mengelola kekayaan alam. Sebagai hamba Tuhan yang mempunyai kewajiban untuk beribadah dan menyembah Tuhan Sang Pencipta dengan tulus

Tujuan
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan dan diharapkan bermanfaat bagi kita semua.

Metode Penulisan
-Penulis mempergunakan metode observasi dan kepustakaan.
Cara-cara yang digunakan pada penelitian ini adalah :
-Studi Pustaka
-Dalam metode ini penulis membaca buku-buku yang berkaitan denga penulisan makalah
 ini.










BABII
PEMBAHASAN


Dasar Pemikiran

Anak-anak merupakan sumber dari penerus generasi dimasa yang selanjutnya.Anak-anak berpikir melalui pola pikir yang sederhana dan terus berkembang.Dalam hal ini, anak kecil juga dapat berperan kreatif dalam melakukan suatu hal berdasarkan pengalaman dan keluasan pendidikan yang diajarkan.
Ada 3 ciri anak kreatif secara dominan:
1. Spontan
2. Rasa ingin tahu
3. Tertarik pada hal-hal yang baru

Dan ternyata ke 3 ciri-ciri tersebut terdapat pada diri anak. Berarti semua anak pada dasarnya adalah kreatif, dan faktor lingkunganlah yang menjadikan anak tidak kreatif. Sedangkan kewajiban orang tua sebenarnya bukanlah mencetak, tetapi lebih pada mempertahankan agar anak tetap kreatif sebagaimana aslinya.
 Apakah kita sebagai orang tua mampu untuk mempertahankan kreatifitas anak ? ada beberapa pertanyaan yang dapat membantu kita untuk memahami sudah seberapa jauh kemampuan kita dalam hal ini :
a) Apakah kita menerima segala kelebihan dan kekurangan anak kita dan apakah kita mensugesti mereka bahwa mereka mampu atau sebaliknya ?
b)Apakah kita senantiasa menyadari bahwa setoap individu adalah unik dan setiap anak ada-lah otentik, tidak sama dan tidak akan dapat disamakan dengan anak lain ?
c)Apakah kita menyadari bahwa kreatifitas itu bersifat multi dimensional dan setoap anak memiliki kimensi kreatifitasnya sendiri-sendiri ?
d) Sudahkah kita mencoba mencari dan menelusuri sendiri minat-minat dan bakat-bakat apa yang dimiliki oleh anak-anak kita satu persatu ?
e) Apakah kita telah memberikan dorongan dan cukup menghargai gagasan-gagasan anak kita, atau sebaliknya ?





f) Sudahkah kita memberikan perhatian yang sungguh-sungguh terhadap apa-apa yang tengah dikerjakan oleh anak-anak kita, misalnya dengan ikut melakukan aktifitas bersama anak ?
g) Apakah kita senantiasa memper-kenalkan berbagai hal yang baru kepada anak-anak kita, atau justru sebaliknya (menyembunyikannya) ?
h) Apakah kita menghadapi anak-anak kita secara santai atau dengan penuh ketegangan ?
i) Sudahkan kita memberikan waktu, tempat, kemudahan dan bahan-bahan agar anak kita kreatif ?
j) Sudahkah kita memberikan anak-anak kita iklim dan pojok khusus untuk melakukan aktifitas mereka ?
k) Apakah selama ini kita menilai hasil kreasi anak kita atau kita lebih tertarik untuk memperhatikan prosesnya ?
l) Apakah selama ini kita menilai hasil kreasi anak dengan menggunakan perspektif kita atau dengan menggunakan perspektif anak ?
m)Apakah kita selama ini cukup terbuka terhadap gagasan dan kreasi anak yang tidak lumrah ?
n)Sudahkah kita memberi penguatan terhadap hasil kreasi anak atau justru melemahkannya

Kunci Mempertahankan Kreatifitas Anak

Membangun kepribadian anak dengan modal cinta.
Dengan cinta maka orangtua dapat menerima anak apa adanya. Terlepas dari apakah orangtua melihat kelebihan anak ataukah tidak, terlepas dari apakah orangtua menyukai cacat (kelemahan) anak atau tidak. Tentu saja hal ini hanya mungkin bagi orangtua yang memiliki tanggungjawah. Orangtua yang baik tidak akan menuntut anaknya untuk sama dengan anak lainnya. Karena setiap individu adalah unik. Kita dapat membentuk kepribadian anak kita, tetapi bukan untuk menyamakan karakter mereka. Seperti kita lihat sahabat Umar ra, Abu Bakar ra dan sebagainya, mereka tidak memiliki karakter yang sama meskipun masing-masing mereka merupakan pribadi-pribadi yang islami. Keunikan mereka justru menjadian mereka ibarat bintang-bintang yang gemerlapan di langit, terangnya bintang yang satu tidak memudarkan terangnya bintang yang lain. Begitu pula halnya dengan kreatifitas, setoap sahabat adalah insan kreatif. Masing-masing mereka memiliki dimensi kreatifitas sendiri-sindiri. Salman Al-Farisi penggagas perang parit, Umar bin Khattab penggagas ketertiban lalu lintas, Abu Bakar Ash-Shiddiq penggagas tegaknya sistim ekonomi islam, Khalid bin Walid penggagas strategi perang moderen dan banyak lagi. Tinggal yang menjadi masalah sekarang adalah, kita para orangtua kurang bersungguh-sungguh untuk menemukan bakat-bakat dan minat-minat yang dimiliki oöeh anak. Seolah-olah kita para orangtua lebih suka anak kita menjadi fotokopi orang lain, ketimbang dia tumbuh sebagai suatu pribadi yang utuh. Kalau anak-anak Amerika dengan shibghah (celupan) individualis liberalis dapat mengatakan : I want to be me ! Mengapa anak-anak kita, anak muslim tidak dapat mengatakan : Ana Abdullah ( Saya abdi Allah) ! Kalau kepribadian menentukan kreativitas, maka seorang muslim pada hakekatnya memiliki potensi kreatif lebih besar dibandingkan ummat-ummat lainnya. Karena kepribadian islam tiada tandingannya.

Menumbuhkan dan Mengembangkan Motivasi

Kepribadian yang kuat biasanyaa memiliki motivasi yang kuat pula. Tapi karena kreatifitas itu dimulai dari suatu gagasan yang interaktif, maka dorongan dari luar juga diperlukan untuk memunculkan suatu gagasan. Dalam hal ini para orangtua banyak berperan. Dengan komunikasi dialogis dan kemampuan mendengar aktif maka anak akan merasa dipercaya, dihargaai, diperhatikan, dikasihi, didengarkan, dimengerti, didukung, dilibatkan dan diterima segala kelemahan dan keterbatasannya. Dengan ini anak akan memiliki dorongan yang kuat untuk secara berani dan lancar mengemukakan gagasan-gagasannya. Selain komunikasi dialogis dan mengdengar aktif, untuk memotivasi anak agar lebih kreatif, sudah seharusnya kita memberikan perhatian serius kepada aktifitas yang tengah dilakukan oleh anak kita. Seperti misalnya melakukan aktifitas bersama-sama mereka. Kalau kita biasa melakukan shoum dan shalat bersama anak-anak kita, mengapa untuk aktifitas yang lain kita tidak dapat melakukannya ? Bukanlah lebih mudah untuk mentransfer suatu kebiasaan yang sama ketimbang harus memulai suatu kebiasaan yang sama sekali baru ? Dengan demikian sesungguhnya seorang muslim memiliki peluang yang lebih besar untuk menjadikan anak-anak mereka kreatif. Tinggallah sekarang bagaimana kita sebagai orangtua muslim senantiasa berusaha untuk memperkenalkan anak-anak kita dengan berbagai hal dan sesuatu yang baru untuk memenuhi aspek kognitif mereka. Agar mereka lebih terdorong lagi untuk berpikir dan berbuat secara kreatif. Suatu hal yang perlu dicatat dalam memotivasi anak agar kreatif, lakukanlah serekreatif mungkin dan hindarilah kesan-kesan rekonstruktif.

Mensistimatisir Proses Pembentukan Anak Kreatif
Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh orang tua dalam pembentukan anak kreatif adalah :
Pertama : Persiapan waktu, tempat, fasilitas dan bahan yang memadai. Mengenai waktu dapat berkisar antara 5- 30 menit setiap hari, sangat tergantung pada bentuk kreatifitas apa yang hendak dikembangkan. Begitu pula halnya dengan tempat, ada yang memerlukan tempat yang khusus dan ada pula yang dapat dilakukan di mana saja. Fasilitas tidak harus selalu canggih, tergantung sasaran apa yang hendak dicapai. Bahan pun tidak harus selalu baru, lebih sering justru menggunakan bahan-bahan sisa atau bekas.
Kedua : Mengatur selang seling kegiatan. Kegiatan diatur sedemikian rupa agar dalam melakukan aktifitas tersebut anak-anak terkadang melakukan aktivitas secara individual, tetapi adakalanya juga melakukan aktifitas secara kelompok. Terkadang anak-anak melakukan aktivitas secara kompetitif, terkadang juga secara kooperatif.
Ketiga : Menyediakan satu sudut khusus untuk anak dalam melakukan aktifitas Kita dapat menyediakan satu sudut di rumah untuk menghamparkan sajadah dan kemudian shalat diatasnya. Mengapa kita tidak dapat menyediakan sudut khusus untuk kreatifitas anak-anak kita ?
Keempat : Memelihara iklim kreatifitas agar tetap terpelihara Caranya dengan mengoptimalkan point-point yang telah disebutkan pada kunci no 2 untuk mempertahankan kreatifitas anak.

Mengevaluasi Hasil Kreativitas
Selama ini kita sering terjebak untuk menilai kreatifitas melalui hasil atau produk kreatifita. Padahal sesunggunya proses itu lebih penting ketimbang hasilnya. Pentingnya penilaian kita terhadap proses kreatifitas, bukan berarti kita tidak boleh menilai hasil kreatifitas itu sendiri. Penilaian tetap dilakukan, hanya saja ada satu hal yang harus kita perhatikan dalam menilai. Hendaknya kita menilai hasil kreatifitas tersebut dengan menggunakan perspektif anak dan bukan menggunakan perspektif kita sebagai orang tua. Kalau kita mendapati seorang anak berusia 3 tahun dan kemudian dia dapat menyebutkan angka dari 1 sampai 10 apakah kita akan mengatakan, “Ah, kalau cuma kaya’ begitu saya bisa !” Tentu saja satu hal yang tidak boleh dilupakan dalam mengevaluasi prosos dan hasil kreatifitas adalah “Open Mind” atau dengan “Pikiran yang terbuka”. Apalagi anak seringkali mengemukakan gagasannya atau menelurkan suatu hasil kreatifitas yang tidak lazim. Setiap kali kita mengevaluasi hasil tersebut, kita harus selalu memberikan dukungan dan juga penguatan. Dan begitu juga sebaliknya, jauhi celaan dan hukuman ... agar anak kita tetap kreatif.

BABIII
PENUTUP


Demikian makalah tentang wawasan Nusantara yang saya buat, semoga dapat bermanfaat bagi kita semua.

Kesimpulan
Jadi semua anak pada dasarnya adalah kreatif, dan faktor lingkunganlah yang menjadikan anak tidak kreatif. Sedangkan kewajiban orang tua sebenarnya bukanlah mencetak, tetapi lebih pada mempertahankan agar anak tetap kreatif sebagaimana aslinya sebab anak merupakan penerus pada generasi yang kedepan .























DAFTAR PUSTAKA

Buku Pendidikan Dan Kesehatan pada Anak
Karya Haryono

0 Response to "Makalah Bahasa Indonesia"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel