-->

Peranan Sistem Informasi Publik Di Australia


 
        A.    Pendahuluan

    Australia adalah salah satu dari tiga besar dunia dalam hal penetrasi internet per kapita penduduknya, setelah Finlandia dan Amerika Serikat. Diperkirakan, lebih dari 50% penduduk dewasa Australia sudah terhubung dengan internet. Meningkatnya penetrasi internet akan meningkatkan harapan penduduk agar layanan pemerintahan bisa dilakukan secara online. Pada bulan Desember
tahun 1997, Perdana Menteri John Howard mengeluarkan kebijakan yang disebut sebagai investing for growth, sebuah kebijakan yang mengatur bagaimana pemerintah Australia lebih meningkatkan kualitas layanan dengan memanfaatkan teknologi informasi secara ekstensif. Pemerintah Australia percaya, bahwa pengembangan eGovernment akan memberikan banyak sekali manfaat untuk mereka.

    Tak mengherankan jika pada tahun 2002, apa yang dilakukan negara bernama formal Commenwealt of Australia ini, mendapat pengakuan. Menurut laporan United Nations on E-Government, negara yang terbentuk sejak 1901 ini dinilai berhasil memimpin di wilayah Asia Pasifik dalam transisi menuju layanan pemerintahan secara elektronik. Secara global, Australia mendapat posisi di nomor dua, di bawah Amerika Serikat dengan index 2,60. Peringkat tersebut didasarkan pada beberapa kriteria penilian seperti kecanggihan layanan online, penetrasi internet dan kehadiran situs-situs pemerintahan.

    Saat ini, ada sekitar dua ribu layanan dan informasi yang tersedia secara online, dengan mayoritas dapat mendukung transaksi online juga.    Dengan eGovernment pemberian layanan akan mampu disampaikan secara lebih luas kepada masyarakat dibandingkan dengan mereka mendatangi satu persatu kantor-kantor pemerintahan. Teknologi online juga akan menghilangkan sekat-sekat seperti yang terjadi pada pelayanan tradisional. Di samping itu, masyarakat dari daerah-daerah pedesaan dan yang jauh dari kota-kota besar bisa mendapatkan kesempatan yang sama dalam layanan pemerintah. Egovernment akan membuat masyarakat tidak perlu lagi menghapalkan struktur antara Pemerintah Australia atau negara bagian untuk layanan yang ingin mereka dapatkan. Mereka tinggal memilih layanan apa yang diinginkan melalui internet tanpa perlu mengetahui departemen mana yang mengurus layanan tersebut.
    Layanan eGovernment juga akan terus menerus membuat efisiensi dan efektifitas dari proses bisnis pemerintah, di samping juga akan menurunkan biaya-biaya saat orang berhubungan dengan Pemerintah. Efisiensi juga dapat terasa melalui berbagai kemudahan yang dirasakan oleh kalangan bisnis dan masyarakat dengan layanan yang mudah dan tidak berbelit-belit.

    I.I    Arah Layanan E-Government di Australia

    eGovernment di Australia bertujuan untuk membangun manfaat yang lebih besar dari internet yang selama ini telah dirasakan oleh masyarakat dalam konteks individu dan komunitas. Bagaimana pengalaman dan manfaat yang selama ini telah terbangun bisa juga dilaksanakan dalam konteks layanan pemerintahan. Di masa depan, dengan eGovernment semua layanan pemerintah dapat diakses selama satu hari penuh dalam 24 jam, 7 hari seminggu tanpa batasan waktu kerja. Karena itu, eGovernment harus memanfaatkan semua yang bisa dilakukan melalui teknologi. eGovernment akan memberikan kemudahan akses bagi masyarakat melalui berbagai saluran yang selama ini ada, ditambah dengan saluran akses baru melalui internet dan berbagai teknologi komunikasi lainnya.

    Dengan eGovernment, pemerintah ingin memberikan rentang pelayanan yang luas dengan kualitas terbaik dengan biaya yang murah. Di sisi lain, eGovernment harus mudah digunakan oleh masyarakat, sehingga mereka mau menggunakan karena kenyamanan dan keuntunganyang ditawarkan. Dalam hal ini, eGovernment harus mampu membuat masyarakat berinteraksi dengan lebih dekat sehingga pemerintah semakin mengetahui kebutuhan dan aspirasi mereka.

    I.II.    Prioritas Strategi Pengembangan E-Government   

    Untuk mengimplementasikan rencana pengembangan eGovernment secara menyeluruh, Pemerintah Australia menetapkan delapan prioritas strategis yang harus dilaksanakan baik oleh pemerintah pusat, departemen, maupun pemerintah negara bagian. Delapan prioritas itu adalah:
    Pertama, menganjurkan badan-badan pemerintahan untuk memanfaatkan dan mengembangkan sepenuhnya layanan melalui internet. Karena departemen dan badan-badan pemerintahlah yang bertanggung jawab secara langsung terhadap penyediaan layanan pemerintah, maka inisiatif dan dukungan mereka sangatlah diperlukan. Badan-badan Pemerintah diminta untuk menyusun ”online action plan”, rencana aksi kapan mereka bisa menyediakan layanan secara online, dan menyesuaikannya dengan strategi eGovernment di seluruh Australia.
    Kedua, memastikan bahwa aplikasi dan sistem yang mendukung penerapan eGovernment sudah disusun dan dijalankan. Beberapa hal penting di antaranya:  
 
    1. Otentifikasi, menyangkut bagaimana identitas setiap orang mendapatkan otorisasi dan otentifikasi secara benar. Otentifikasi diperlukan untuk proses identifikasi apakah benar orang yang menggunakan sebuah layanan sesuai dengan identitas yang benar. Otentifikasi menyangkut teknologi yang dipakai dan sistem serta prosedur yang harus digunakan masyarakat ketika ingin mendapatkan suatu layanan tertentu.   
 
    2. Privacy, yang merupakan salah satu prinsip paling penting karena menyangkut kepercayaan masyarakat terhadap data-data dan informasi yang mereka berikan. Adanya privacy yang terlindungi akan memberikan rasa aman kepada masyarakat dalam mendapatkan layanan online sekaligus mendorong partisipasi yang lebih besar dari mereka.   
    3. Security. Aspek keamanan berhubungan erat bagaimana dokumen, file, dan berbagai informasi hanya bisa diakses oleh orang-orang yang berhak. Aspek keamanan data menjadi salah satu faktor yang paling penting karena sedikit saja informasi atau data disalahgunakan bisa menimbulkan gejolak negatif yang tidak diinginkan.   
    4. Standardisasi data dan platform. Agar setiap aplikasi bisa berkomunikasi dan saling bertukar data, standardisasi data dan platform mutlak diperlukan. Standard ini disusun oleh Pemerintah Pusat yang harus diikuti oleh setiap departemen dan negara bagian.   
    Ketiga, meningkatkan kapasitas dan fasilitas akses terhadap layanan online pemerintah di seluruh regional Australia. Tidak bisa dipungkiri, masalah kesenjangan digital tidak hanya terjadi di negara berkembang, tetapi juga terjadi hampir di semua negara, termasuk Australia. Pemerintah mengambil inisiatif dengan mendirikan berbagai kios informasi layanan pemerintah di berbagai tempat umum dan counter-counter bagi orang yang tidak punya akses internet. Dengan demikian, diharapkan kesenjangan digital ini secara perlahan bisa mulai dijembatani.
    Keempat, meningkatkan pengembangan industri Teknologi Informasi (TI) yang memberi dampak pada percepatan pelaksanaan eGovernment. Pelaksanaan eGovernment pada dasarnya adalah bagaimana memanfaatkan teknologi informasi secara lebih ekstensif pada layanan pemerintahan. Karena itu, pengembangan industri teknologi informasi penting artinya karena akan menjadi tulang punggung pelaksanaannya di lapangan. Industri Teknologi Informasi bisa dibagi menjadi beberapa komponen, di antaranya adalah industri pendidikan yang menyediakan sumber daya manusia dan profesional di bidang TI, industri penyedia perangkat keras (hardware), dan industri penyedia perangkat lunak dan aplikasi (software). Perkembangan yang baik dari ketiga elemen industri ini akan menjamin tersedianya profesional dan tenaga kerja yang terampil dalam bidang TI, dan aplikasi serta perangkat keras yang mendukung.
    Kelima, mulai memindahkan proses bisnis secara online. Secara bertahap, apa yang bisa dilayani secara online mulai dijalankan. eGovernment merupakan proses panjang yang tidak bisa jadi dalam waktu dekat. Karena itu, pentahapan proses apa saja yang bisa dilayani secara online akan sangat membantu kesiapan dari berbagai sisi mulai dari SDM, teknologi dan juga persiapan masyarakat itu sendiri sebagai pengguna.
    Keenam, melakukan studi banding dan mengawasi perkembangan pelaksanaan eGovernment secara reguler. Studi banding adalah hal yang paling mudah dijalankan dalam upaya mempelajari sistem apa yang cocok diterapkan dalam eGovernment. Studi banding eGovernment adalah bagaimana mempelajari sistem, aplikasi, dan manajemen pada suatu pemerintahan dalam menerapkan inisiatif eGovernment dan apa yang mungkin diterapkan oleh pemerintah masing-masing. Tentu saja studi banding ini dilakukan kepada pemerintahan yang lebih maju dan lebih baik dalam pelaksanaan eGovernment agar bisa mendapatkan pengetahuan yang dibutuhkan. Selain itu, pelaksanaan eGovernment juga memerlukan review yang dilakukan secara reguler. Review menyangkut kesiapan dari sisi pemerintah dan juga kesiapan dari sisi masyarakat, persepsi mereka dan apa yang mereka harapkan dari eGovernment.
    Ketujuh, memfasilitasi layanan yang bisa dilakukan antar badan pemerintah. Banyak sekali layanan yang berhubungan antara satu badan pemerintah dengan badan lain. Layanan informasi kependudukan misalnya, akan berhubungan dengan layanan pajak, kepolisian, dan semua layanan yang membutuhkan data dan informasi pribadi seseorang. Untuk bisa menjadikan aplikasi dan layanan yang saling terhubung dan berkomunikasi satu dengan yang lain, dibutuhkan berbagai aplikasi yang punya standar interoperabilitas yang sama. Dibutuhkan tidak hanya kerjasama operasional antar badan pemerintah, tetapi juga aplikasi dan teknologi yang memadai.
    Kedelapan, komunikasi dengan stakeholders. Sebagus apapun layanan eGovernment yang disediakan pemerintah, tidak akan berjalan dengan baik tanpa dukungan dari pihak-pihak yang terkait (stakeholders). Stakeholders pemerintah terbentang luas mulai dari pegawai pemerintah, masyarakat, kalangan bisnis, hingga pemerintah di negara-negara tetangga.
Pemerintah perlu menyediakan sumber daya yang memadai baik dari sisi keuangan, organisasi, dan manusia untuk melakukan promosi dan kampanye penggunaan eGovernment pada seluruh sektor. Komunikasi yang intensif akan mendorong partisipasi dan interaksi yang lebih baik pada semua kalangan.

    I.III.    Pelajaran Penerapan E-Government dari Australia Untuk Indonesia
Berkaca pada kesuksesan Australia mengembangkan dan menerapkan egovernment di dalam berbagai pelayanan public, tentunya kita harus melihatnya dari beberapa segi mulai dari sisi strategi penerapan dan pengembangan, sisi kesiapan masyarakat dan sisi kesiapan pemerintah baik dalam hal infrastruktur maupun suprastruktur teknologi yang menunjang keberhasilan penerapan e-government nantinya. Termasuk kesiapan sumber daya manusia.
    Oleh karena itu  prakondisi diatas harus sudah tersedia dan mulai dibangun/ direncanakan secara serius dan matang oleh pemerintah.    Hal yang pertama kali harus dibangun oleh pemerintah adalah menyusun government online strategy sebagai kerangka kerja antardepartemen dan berbagai pihak untuk mencocokan komitmen mengenai layanan apa saja yang akan ditempatkan secara online. Untuk membantu menentukan target yang akan dicapai, dilakukan survei, sehingga didapat data semua referensi pengembangan e-government.
    Yang tidak dilupakan dalam strategi pengembangan e-government di Australia dan harus diconto oleh Pemerintah Indonesia adalah masalah akses bagi orang-orang yang cacat dan mempunyai koneksi internet berkecepatan rendah. Dengan berfokus pada customer, untuk pengguna yang berbeda disediakan portal yang berbeda. Portal yang digunakan sebagai gerbang dan sembilan portal lainnya diperkenalkan pada September 2000.
Portal-portal itu meliputi:
•    komunitas (http://www.community.gov.au/),
•    keluarga (http://www.families.gov.au),
•    regional Australian (http://www.regionalaustralia. gov.au/),
•    pemuda (http://www.youth.gov.au/),
•    pertanian (http://www.agriculture. gov.au/),
•    budaya dan rekreasi (http://www.cultureandrecreation.gov.au/),
•    pendidikan (http://www.education.gov.au/),
•    Industri dan ilmu pengetahuan (http://www.scienceandindustry.gov.au/)
•    serta pekerjaan (http://www.workplace.gov.au/).
•    Portal lainnya hadir di tahun 2002 (htpp://www.australia.gov.au).

    I.IV.    Infrastruktur dan Investasi
    Sebagaimana dalam tulisan diatas bahwa Australia pada tahun 1997 mengeluarkan kebijakan investing for growth sebagai upaya membangun membangun kesiapan infrastruktur, sarana dan berbagai media teknologi yang menunjang penerapan e government. Pembangunan untuk mengintegrasikan layanan pemerintahan yang menembus batas-batas departemen tersebut membutuhkan standardisasi dan interoperabilitas. Kebutuhan tersebut membuat seluruh pihak perlu mempertimbangkan kembali mengenai investasi teknologi informasi untuk memastikan investasi yang dikeluarkan dapat dialamatkan untuk memenuhi kebutuhan layanan yang dimaksud.
    Dalam hal ini faktor investasi untuk membangun system dan perangkat teknologi informasi menjadi hal mutlaq dilakukan karena merupakan faktor utama terciptanya e government. Jika Australia sukses menerapkan egovernment karena salah satu faktornya adalah kondisi masyarakatnya 50% sudah terhubung dengan internet, Bagaimanakah dengan Indonesia?
    Dengan melihat data bahwa pengguna Internet di Indonesia diperkirakan mencapai 57,8 juta pada 2010, dan perkiraan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 ini adalah sebanyak 235 juta jiwa berdasarkan Artinya jika saja setengah dari penduduk Indonesia itu dewasa (dalam artian sudah mulai aktif dan dilibatkan dalam pemanfaatan layanan public secara online) maka angka 57,8 juta jiwa yang sudah terhubung dengan internet itu adalah 48 % dari total penduduk Indonesia dewasa yang sudah bisa dilibatkan dalam pemanfaatan e government.
    Artinya Indonesia sudah saatnya membangun dan menerapkan e-government secara penuh dalam berbagai layanan publik karena dengan data diatas dapat diasumsikan setengah dari masyarakat telah siap.
    Adapun untuk mengatasi kesenjangan digital yang ada, baik berupa masyarakat yang belum melek teknologi, masyarakat golongan cacat fisik, masyarakat pelosok yang belum tersedia akses internet atau juga kelompok masyarakat dengan koneksi internet super lambat, maka selaiknya pemerintah menyiapkan alternative solusi berupa portal khusus atau pegawai pendamping khusus untuk memenuhi kebutuhan layanan yang dimaksud yang mampu mengakomodasi semua lapisan masyarakat. Serta seperti yang dilakukan oleh pemerintah Australia yakni dengan membangun jaringan pengetahuan dengan pembelajaran secara elektronik (e-learning). Education Network Australia ini dapat dilihat pada situs EdNa Online, The Learning Federation, serta My future. Dengan e-learning, maka cara-cara belajar tradisional yang harus hadir ke sekolah, bisa digantikan dengan komputer. Kurikulum bisa didapat secara online, pendekatan yang digunakan adalah “learning object” sehingga memungkinkan antara siswa dan ‘guru’ dapat ditentukan dan materi pelajaran juga dapat digunakan berulang-ulang. Dan yang bisa diabaikan, sistem ini juga tidak menghilangkan sifat interaktif. Sehingga melahirkan generasi masyarakat yang Commonly technological readiness.
    Diatas semua itu pelajaran utama atau kata kunci keberhasilan penerapan e government di Australia yang perlu pemerintah Indonesia tanamkan adalah komitmen pemerintah yang tinggi. Tanpa adanya komitmen pemerintah segala kendala akan akan senantiasa menjadi alasan untuk mengatakan “tidak” dan membuat langkah penerapan E-Government terhenti.

II.    BEBERAPA APLIKASI E-GOVERNMENT NEGARA-NEGARA DI ASIA PASIFIK

    II.1.    Malaysia
    Malaysia telah membuat suatu kemajuan penting dengan memanfaatkan kemudahan yang ditawarkan TIK. Sejak 1997 pemerintah Malaysia telah membangun infrastruktur TIK dengan investasi RM 556,22 juta atau setara dengan US$150,33 juta. Saat itu pengembangan TIK mereka meliputi pemanfaatan web dan e-mail, jaringan Local Area Network (LAN), Wide Area Network (WAN), dan sistem manajemen dokumen pemerintahan.Delapan rencana besar pemerintah Malaysia sejak Oktober 2003 telah dilakukan untuk mewujudkan e-government. Delapan rencana ini meliputi: 1) Rencana TIK Nasional, 2) Pengembangan Infrastruktur Nasional, 3) Akses informasi masyarakat, 4) Pengembangan Sumber Daya Manusia, 5) Kebijakan hukum, 6) Perdagangan dan bisnis secara elektronik, 7) Kelembagaan Informasi, 8) Pengembangan inovasi TIK. Dengan memanfaatkan TIK dan Delapan rencana besar Malaysia, maka penanganan knowledge based ekonomi yang kompetitif lebih ditekankan.  Untuk mendukung hal ini infrastruktur TIK lebih ditekankan terutama pada daerah pedesaan untuk mengatasi kesenjangan digital dan memudahkan masyarakat dalam memperoleh dan mengakses informasi.
II.2.    Korea
Proyek ‘Sistem Informasi dasar nasional’ diterapkan untuk pertama kali sebagai langkah awal dimulainya e-government oleh pemerintah Korea pada pertengahan tahun 80-an. Melalui proyek ini informasi nasional yang sistematik dimasukan ke dalam suatu database untuk menunjang administrasi pemerintah yang lebih cepat. Database menyangkut masalah kependudukan, tempat tinggal, sarana angkutan dan lain-lain. Aplikasi ini dapat dijalankan dimana saja dan kapan saja dibutuhkan oleh masyarakat yang membutuhkannya.
Sejak tahun 90-an infrastruktur informasi Korea dibangun dengan berorientsi pada perekonomian. Infrastruktur komunikasi dan informasi kelas dunia dengan bandwith internet yang lebar dibangun untuk menunjang kemajuan dalam informatisasi disegala aspek pemerintahan. Pendaftaran kependudukan, permohonan paten, jasa administrasi militer dan pertukaran e-document dalam pemerintahan dapat dilakukan secara online. Pada bulan Juni 1999 Kementerian Adminstrasi dan Kementrian Komuniakasi dan Informasi bersama-sama membentuk suatu kerangka sistematik dan rencana menyeluruh untuk implementasi e-government.
Usaha Korea untuk menerapkan e-government bahkan dipercepat oleh penetapan dari panitia khusus untuk e-gevernment. Panitia terdiri dari tenaga ahli dan para profesiional dari sektor swasta dan akademis dibawah koordinasi Presiden. Panitia secara terus menerus mendukung dan memonitor 11 prakarsa high-payoff.. Prakarsa ini telah diterapkan dan dijalankan sejak November 2002.

Jenis
Prakarsa
Jasa inovasi untuk bisnis dan warga negara
1.      Satu jendela e-governemt (G4C)
2.      Portal jasa asuransi sosial
3.      Jasa pajak rumah
4.      Jasa e-procurement nasional (G2B)
Peningkatan efisiensi administrasi
1.      Sistem informasi keuangan nasional
2.      Sistem informasi pendidikan nasional
3.      Informatisasi pemerintahan lokal
4.      Sistem pendukung kebijakan personil
5.      Perubahan elektronik dokumentasi dan persetujuan elektronik
Penetapan infrastruktur e-gvernment
1.      Tanda tangan elektronik dan cap elektronik
2.      Tahapan implementasi System integrasi komputer pemerintahan (BPR/ISP)

Portal E-Government yang menyediakan jasa yang meliputi 70% dari semua jasa kependudukan, perumahan, sarana angkutan dan pajak telah dibangun. Sistem Pemerintah untuk warganegara (Government for Citizen-G4C) mengijinkan masyarakat untuk mendapatkan informasi dari 4000 kantor pemerintah dan 393 dokumen pejabat melalui portal pemerintahan, antara lain meliputi pendaftaran sensus menyalin dan mengenakan pajak sertifikat pembayaran ke dokumen pendaftaran bisnis, dan menerimanya melalui email atau dikantor dekat. Portal tunggal E-Government telah dibangun melalui informatisasi 21 tugas-tugas umum dari  kantor pemerintah lokal yang meliputi perumahan, sarana angkutan, daftar keluarga dan lain lain. Pembangunan sistem informasi administratif menyeluruh yang mengijinkan informasi untuk bersama dan terintegrasi antar kantor juga mendukung jasa dari portal tunggal E-Government. Sebagai tambahan, jumlah dokumen yang diperlukan dalam rangka menerima pelayanan sipil telah sangat mengurangi pemerintah dalam memverifikasi informasi melalui portal tunggal E-Government. Ini tidak lagi diperlukan untuk menyampaikan 20 macam dokumen sipil yang berbeda seperti salinan pendaftaran penduduk, catatan dan abstrak daftar konsensus, dan lain lain. Sebagai gantinya, pejabat akan memandangnya secara online.
 
III. PERANAN SISTEM INFORMASI PUBLIK DI UNI EROPA
      Sebagai studi komparatif, dapat kita simak penerapan eGovernment di negara-negara Uni Eropa. Uni Eropa merupakan salah satu komunitas yang telah menerapkan eGovernment dengan sukses. Hanya Canada, Singapura dan Amerika yang telah mengungguli Uni Eropa dalam area eGovernment. Uni Eropa sendiri telah memiliki official website yang cukup modern dimana setiap masyarakat dapat mengakses informasi terbaru dan kebijakan serta dasar hukum kebijakan pemerintah tersebut. Pada waktu-waktu tertentu masyarakat bahkan dapat berinteraksi langsung dengan para pengambil keputusan melalui fasilitas chatting. (www.europa.eu.int). Dengan portalnya yang sangat besar kapasitasnya, para warga dapat melamar pekerjaan serta magang di institusi tersebut. Masih banyak lagi fasilitas yang diberikan melalui portalnya. Untuk memotivasi public service dalam melaksanakan eGovernment, eEurope awards (www.e-europeawards.org) dilaksanakan dalam rangka memfasilitasi sharing experience dan mutual learning antar anggota Uni Eropa. Selain itu eGovernment di Eropa juga ditampilkan dengan memberikan fasilitas akses langsung ke portal pemerintahan negara anggota dan negara aplikan serta negara Eropa lainnya. Contoh best practice yang terdapat di Belanda antara lain administrasi bea cukai yang dapat dilakukan secara online sehingga dapat dikontrol dan mengurangi kasus suap. Di Inggris para warga negaranya dapat melakukan aplikasi dan pembaharuan paspor secara online. Sedangkan di Perancis, pembayaran kembali biaya yang dikeluarkan untuk biaya pengobatan oleh perusahaan asuransi telah dapat dilakukan secara online. Pemerintahan daerah Bonn di Jerman saat ini menyediakan pelayanan online berupa pendaftaran Taman Kanak-Kanak. Melalui portal online-nya masyarakat dapat memperoleh informasi mengenai seluruh TK di kota itu dan orang tua murid dapat mendaftar secara langsung untuk dihubungi melalui telepon. Penerapan benchmarking process dan best practice dissemination Uni Eropa telah membuahkan hasil yang cukup fantastis. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Cap Gemini Ernst & Young terhadap penerapan eGovernment di Eropa diperoleh bahwa 5 negara (Denmark, Perancis, Italia, Swedia dan Finlandia ) telah berhasil menerapkan pelayanan elektronik secara penuh untuk beberapa jenis pelayanan seperti pajak pendapatan. Survei tersebut juga menunjukkan bahwa 86 % pelayanan publik di Uni Eropa telah tersedia secara online.
            Selain itu suksesnya eGovernment di Eropa merupakan kontribusi kebijakan publik yang sesuai dengan karakteristik eGovernment itu sendiri. Soft policy berupa kebijakan Open Method Coordination pada eGovernment Eropa yang dimulai dengan visi yang luas dan jelas dan diikuti dengan dissemination, proses benchmarking, monitoring berkala, evaluasi dan review secara pasangan dan diorganisir sebagai proses pembelajaran mutual terbukti sukses dalam rangka melaksanakan eGovernment di Eropa.
            Mencermati uraian di atas dan memperhatikan kondisi yang ada, penerapan eGovernment di Indonesia menghadapi beberapa tantangan khususnya yang dihadapi oleh organisasi pemerintah. Salah satu diantaranya adalah masalah sumber daya manusia yang belum memadai. Penerapan eGovernment di kantor-kantor publik perlu didukung oleh pegawai yang mengerti mengenai teknologi. Yang juga diperlukan adalah pegawai yang mau belajar dan mampu menanggapi perubahan (manage change). Teknologi informasi berubah secara cepat sehingga kemauan belajar pun dituntut untuk dimiliki setiap pegawai lembaga publik. Selain itu penerapan eGovernment memerlukan perubahan dalam organisasi dan dukungan ketrampilan baru. Uni Eropa sebagai salah satu komunitas yang telah berhasil menerapkan eGovernment-nya mendefinisikan eGovernment bukan hanya sekedar penggunaan teknologi informasi melainkan ?penggunaan teknologi informasi yang juga dikombinasikan dengan perubahan organisasi dan ketrampilan baru dalam rangka memperbaiki pelayanan publik dan proses demokrasi dan mendukung kebijakan publik?. Organisasi pemerintahan di Indonesia perlu ditata ulang untuk dapat menerapkan eGovernment secara efektif. KKN yang membudaya mempengaruhi kesiapan dalam mempermudah akses publik melalui informasi. Jika KKN tidak dientaskan terlebih dahulu akan ada oknum yang akan mempergunakan kesempatan dengan mempersulit mendapatkan informasi. Budaya korupsi perlu dihilangkan dalam rangka meningkatkan pelayanan sehingga kemudahan yang dicapai dengan eGovernment dapat disediakan dengan tidak menimbulkan ongkos ekonomi yang lebih tinggi yang harus dibayar masyarakat. Perlunya diciptakan budaya yang menomorsatukan masyarakat dan budaya melayani. Dengan kata lain eGovernment is not just about technology but change of culture.
            Infrastruktur yang belum memadai termasuk kurangnya tempat akses umum merupakan tantangan yang lain. Penyediaan pelayanan melalui eGovernment perlu didukung oleh tingkat penetrasi internet yang tinggi baik dari rumah tangga ataupun stand/kios umum. Sebagai gambaran pada tahun 2001 penetrasi internet baru mencapai 1,9 juta penduduk atau 7,6 persen dari total populasi Indonesia. Pada tahun 2002 dengan 667.000 jumlah pelanggan internet dan 4.500.000 pengguna komputer dan telepon, persentasi penggunaan internet di Indonesia sangatlah rendah. Tingkat penetrasi yang rendah ini juga merupakan suatu kendala. (Sumber: Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia/APJII).
            Sebagai perbandingan di Eropa, walaupun belum merata di semua negara Eropa, beberapa negara seperti Belanda, Swedia dan Denmark internet akses pada rumah tangga telah mencapai 60 % dimana rata-rata internet akses rumah tangga di 15 negara Uni Eropa sekitar 40 %. Sementara penetrasi internet secara keseluruhan di Uni Eropa telah mencapai 40,4 % pada Juni 2002. (Sumber : Eurobarometer). Tidak dapat disangkal bahwa angka-angka tersebut telah memuluskan jalan untuk suksesnya implementasi eGovernment di Eropa. Terbatasnya infrastuktur juga berhubungan dengan terbatasnya anggaran pemerintah dan masalah sosial lain seperti pemerataan dan kependudukan. Keterbatasan pemerintah untuk menyediakan tempat akses gratis bagi masyarakat menjadi hambatan dalam penyediaan pelayanan eGovernment secara optimal.
            Menghadapi tantangan tersebut di atas, Pemerintah kiranya perlu melakukan upaya peningkatan kualitas SDM. Perlu diadakannya pelatihan bagi para pegawai pemerintahan mengenai teknologi. Karena teknologi berubah secara cepat maka para pegawai perlu disiapkan juga dengan mental yang mau belajar dan tanggap menganggapi perubahan. Sehubungan dengan kendala kultural (cultural barriers) yang ada, kesiapan Indonesia untuk menerapkan eGovernment tergantung dari komitmen dari pegawai publik untuk mau membagi informasi serta memperlakukan masyarakat seperti "pelanggan". Indonesia juga perlu menata ulang organisasinya yang antara lain dapat dilakukan dengan secara bertahap menghapuskan praktek KKN yang berkontribusi pada kendala budaya dalam rangka pelaksanaan eGovernment. Oknum-oknum yang menggunakan kesempatan dengan mepersulit mendapatkan informasi yang perlu dicegah. Selain hal tersebut di atas perlu juga kiranya dikaji kebijakan atau policy apa yang digunakan dalam rangka pelaksanaan eGovernment di Indonesia. Kebijakan untuk mengimplementasikan eGovernment perlu suatu keseragaman dasar hukum/maupun landasan pelaksanaan yang jelas. Selain kebijakan tersebut perlu ditetapkan lebih lanjut dasar hukum / petunjuk teknis penerapan eGovernment atau cyber law.
            Keuntungan yang diperoleh dari eGovernment bukan hanya sekedar menyediakan pelayanan online tetapi lebih luas daripada itu, karena kinerja sektor publik juga berkontribusi pada kemajuan ekonomi dan sosial suatu negara. Di era globalisasi penerapan eGovernment penting karena telah memodernisasi pemerintahan publik di seluruh dunia dan juga hubungan antara pemerintahan atau negara. Sebagai tambahan selain contoh di Uni Eropa, beberapa negara di Asia bahkan telah menggunakan eGovernment-nya dalam melaksanakan hubungan bilateral mereka. Sejalan dengan tujuan yang ingin dicapai cepat atau lambat Indonesia dituntut untuk dapat menerapkan eGovernment. Pada saat ini eGovernment merupakan suatu keharusan dalam rangka menciptakan pelayanan publik yang lebih baik.

            IV.       KESIMPULAN DAN SARAN
            Keuntungan yang diperoleh dari e-government bukan hanya sekedar menyediakan pelayanan online tetapi lebih luas daripada itu, karena kinerja sektor publik juga berkontribusi pada kemajuan ekonomi dan sosial suatu negara. Di era globalisasi penerapan e-government penting karena telah memodernisasi pemerintahan publik di seluruh dunia dan juga hubungan antar pemerintahan atau negara.
            Memperhatikan perkembangan pelaksanaan e-government serta hasil-hasil yang telah dicapai hingga saat ini pada umumnya di Indonesia, maka sebaiknya konsep dan strategi pelaksanaan e-government membutuhkan penyempurnaan diberbagai sisi. Hal ini perlu segera dilakukan agar cita-cita reformasi yang sebenarnya, yaitu memperbaiki mutu pelayanan publik kepada seluruh masyarakat serta pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahter melalui peningkatan efisiensi birokrasi. Sejalan dengan tujuan yang ingin dicapai cepat atau lambat Indonesia dituntut untuk dapat menerapkan e-government karena pada saat ini e-government merupakan suatu keharusan dalam rangka menciptakan pelayanan publik yang lebih luas.

0 Response to "Peranan Sistem Informasi Publik Di Australia"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel